Saturday, April 27, 2024
HomePerspectiveArtikelPerusahaan keluarga, profesionalkah?

Perusahaan keluarga, profesionalkah?

I can do things you cannot, you can do things I cannot, together we can do great things. –Mother Teresa

Seorang kandidat dalam interview kerja mengatakan tidak tertarik dengan ajakan saudaranya untuk bergabung dalam bisnis keluarga, “Saya melihat ada adik sepupu saya yang… gitu deh… sepertinya kurang sedikit, eh… semua tahu, jadi heboh… hehehe..” Cerita serupa dikisahkan juga oleh seorang kandidat yang bekerja di perusahaan keluarga, “Harapan saya sih, atasan lebih tegas dan mendisiplinkan, meskipun rekan kerja saya yang tidak optimal itu masih saudara. Saya mau menegur jadi bingung sendiri, karena manager sendiri sepertinya tidak masalah, saya sendiri juga masih famili, jadi ya ….”

Apakah Anda pernah/sedang mengalaminya? Atau pernah mendengar dari kawan, benarkah bekerja di perusahaan keluarga lebih mendapatkan perlakuan yang tidak adil? Benarkah bekerja dengan keluarga sendiri menjadi ‘mati gaya’ dan kurang profesional? Berikut sejumlah informasi yang menarik untuk diketahui;

Yang (dapat) menyenangkan:

  • Tidak sendiri, karena bersama orang yang kita percaya dan cintai, seperti suami, ayah, ibu atau kakak, Anda merasa memiliki kekuatan lebih yang selalu ada
  • Komunikasi lebih cair (cepat), pola komunikasi kemungkinan tidak se-hirarki di perusahaan yang bukan keluarga sendiri, seperti prosedur, birokrasi dan rasa sungkan dengan atasan
  • Kolaborasi kekuatan, masing-masing mengenal sang kakak yang bossy tapi perhatian, ayah yang tegas namun demokratis, atau adik yang manja namun pandai mencairkan suasana, maka penyatuan kekuatan pun dapat lebih cepat
  • Nama baik, motivasi untuk menjaga nama baik keluarga (misal kakek) di mata jejaring kerja atau karyawan non keluarga dapat mendorong semangat penyelesaian konflik sesegera mungkin agar tidak sampai berkembang/meluas
  • Pendidikan wirausaha sejak dini, generasi muda (anak, keponakan) dapat belajar secara ‘langsung’ termasuk melalui canda di sela acara keluarga yang mungkin sedikit banyak tidak lepas dari bisnis, maupun proses/perjalanan orangtua/kerabat membangun perusahaan
  • Perasaan bangga, pencapaian perusahaan merupakan pencapaian keluarga sehingga merupakan prestasi tersendiri, terutama mempertimbangkan tantangan yang dapat merusak kenyamanan seperti poin berikut ini

Yang (dapat) kurang menyenangkan

  • ‘Kekeluargaan’, jika kita berada di perusahaan non keluarga, maka keterlambatan kerja memiliki sanksi yang jelas, sementara di keluarga, sangat dituntut pengertian kekeluargaan yang dapat tidak jelas dan menjauh dari profesional
  • Masalah bisnis = keluarga, setiap konflik beresiko untuk semakin meninggi sehingga berujung pada keputusan keluar dari perusahaan, apabila ini terjadi dalam perusahaan keluarga, maka penyelesaiannya mungkin tidak sesederhana keluar atau membangun perusahaan lagi sendiri
  • Ekspektasi ‘lebih’, penolakan terhadap ide pengembangan bisnis dapat terasa penolakan personal, terlebih ketika di rumah ternyata si dia berwajah masam atau justru terkesan ‘cuek’ …
  • Ekspos personal, jika perusahaan telah berkembang dan memiliki karyawan di luar keluarga, maka suka tidak suka pandangan ‘lingkaran keluarga’ harus dihadapi, juga ekspos kehidupan personal seperti interaksi dengan atasan yang juga paman atau lainnya
  • Ketrampilan sosial, seringnya interaksi baik sebagai keluarga atau rekan bisnis dapat membuat kita tidak lagi menemukan tantangan untuk mengembangkan teknik negosiasi, misalnya, atau membangun jejaring dengan orang asing secara intensif (selain klien/konsumen). Resiko ini juga berpotensi terjadi pada aspek lain seperti menurunnya motivasi (insting) kompetisi dan lainnya.

Bagaimana agar profesionalitas tetap terjaga, dan bisnis pun semakin melesat?

  • Rumuskan secara jelas tanggung jawab tiap orang berikut konsekuensi dan sanksi untuk ketidakdisiplinan sehingga dapat menjadi acuan semua orang
  • Bangun sistem komunikasi profesional, seperti membedakan nada bicara saat mengadakan pertemuan kerja dengan pertemuan keluarga, termasuk memanggil dengan nama formal, bukan nama kecil sang adik, misalnya
  • Ciptakan ‘ruang’ privasi sehingga tidak selalu bersama secara fisik dan tidak mengaburkan antara interaksi saudara dan rekan kerja

Adakah pengalaman lain yang pernah Anda temui? Please share … 🙂

Previous article
Next article
Tyas
Tyas
Career Coach & HR Consultant - "Mind is Magic"
RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments

konsultankarir on Pilihan, Memilih or Stuck
konsultankarir on Bingung S2
konsultankarir on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
konsultankarir on Memilih Jurusan S2 yang Tepat
konsultankarir on Gagal tes psikotest
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
konsultankarir on Sulit mendapatkan pekerjaan
konsultankarir on Wawancara dan Psikotest
konsultankarir on Kuis:Career Engager
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Selalu Gagal dalam Interview
konsultankarir on Interview Magic
konsultankarir on Pindah Tempat Kerja
konsultankarir on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
konsultankarir on Psikotes Menggambar
konsultankarir on Memilih Jurusan S2 yang Tepat
konsultankarir on Memilih Jurusan S2 yang Tepat
konsultankarir on Bingung S2
konsultankarir on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
Angelina Tria Puspita Rini on Memilih Jurusan S2?!
Lisa on Bingung S2
Fiviiya on Psikotes Menggambar
Wendi Dinapis on Memilih Jurusan S2?!
hasenzah on Memilih Jurusan S2?!
yulida hikmah harahap on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
Galuh Rekyan Andini on Memilih Jurusan S2?!
burhanuddin on Memilih Jurusan S2?!
Dian Camellyna on Kuis:Career Engager
ABDUL RAHMAN on Wawancara dan Psikotest
Melva Ronauli Pasaribu on S1 Teknik Informatika S2 Bagusnya Apa?
Faradillah Rachmadani M.Nur on Memilih Jurusan S2?!
Taufik Halim on Memulai Bisnis Fotografi
Edo on Bingung S2
konsultankarir on Profesi yang sesuai
konsultankarir on Bingung S2
yaya on Bingung S2
konsultankarir on Memilih karir
dewi on Pindah kerja
konsultankarir on Memilih Jurusan S2 yang Tepat
dewi on Pindah kerja
Tyas on ILKOM atau MTI
hary on ILKOM atau MTI
Kiki Widia Martha on Buku ‘My Passion, My Career’
jalil abdul aziz on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
Nono Suharnowo on Bagaimana agar produktif?
syukri on Jujur atau tidak?
Nida shofiya on Bingung pilih fakultas
abdul madjid on Gagal tes psikotest
abdul madjid on Gagal tes psikotest
Aris on Tujuan karir
NURANI on Tujuan karir
dede on Tujuan karir
Rika on Tujuan karir
Djoko triyono on Sulit mendapat pekerjaan
marco on E-mailku unik!
Efik on Memilih karir
noer hasanah on Berminat ke NGO Asing
ilah susilawati on Status dan jenjang karir
yusi bayu dwihayati on Berpindah Karir di Usia 32
dino eko supriyanto on Menyiapkan Business Plan
Gunawan Ardiyanto on 10 Biang Bangkrut UKM
Nahdu on Table Manner
krisnadi on 10 Biang Bangkrut UKM
rani on Table Manner
yuda_dhe on Table Manner
Putrawangsa on Memilih Jurusan S2?!
aira on Time Management
Emi Sugiarti on Sudahkah Anda Peduli?
fitria on Table Manner
Ardiningtiyas on Menuju 'Incompetency Level'
Sri Ratna Hadi on Dari Penjahit ke Penulis
monang halomoan on Program SDM tahunan
merlyn on Ayo, Kreatif!
Silvester Balubun on Table Manner
Avatara on Istimewanya Rasberi
vaniawinona on Table Manner
defianus on Tips Negoasiasi Gaji
Dewi Sulistiono on Meniti Sebatang Bambu
Rena on Tersadar…
Dendi on Ayo, Kreatif!
Denni on Menemukan Mentor