Tuesday, October 8, 2024
HomeMy StoryPengalaman Pahit Mereka adalah Semangatku

Pengalaman Pahit Mereka adalah Semangatku

Iva Kasuma (Pemenang 3 – Share Your Career Story)

Tinggal di Jakarta

Tujuh tahun lalu saya memutuskan untuk bergabung pada sebuah LSM perempuan yang mengadvokasi isu buruh migran perempuan (BMP) Tidak banyak hal yang saya ketahui sebetulnya mengenai isu tersebut, karena sebelumnya saya seorang peneliti mengenai mafia peradilan di sebuah LSM anti korupsi. Namun, latar belakang keilmuan saya-hukum-dan boleh jadi kepiawaian saya meyakini para pewawancara soal keberpihakan saya terhadap kaum perempuan tertindas, resmilah saya bekerja di sana.

Rutinitas selanjutnya bergulir mulai dari menerima pengaduan dari keluarga BMP maupun calon BMP dan para BMP yang baru saja kembali dengan segala kompleksitas persoalan. Mulai dari hilang kontak, gaji tidak dibayar, disiksa majikan, disekap di penampungan PJTKI, tidak diberangkatkan setelah menunggu lama, hingga berita kematian. Tanpa dapat dibendung, semuanya sangat menguras energi dan emosi. Sempat saya iri hati dengan para dokter yang mampu secepat kilat meresepkan obat penawar sakit di saat yang sama mendengar keluhan pasien. Semua keluhan dan kepedihan mereka begitu membekas, layaknya sebuah kaset yang diputar berulang, terus menggema dan membuat saya lambat laun merasa menjadi bagian dari penderitaan itu.

Salah satu tugas pertama saya kala itu cukup menantang komitmen dan kompetensi saya: mengadvokasi keluarga BMP untuk otopsi ulang jasad BMP yang telah meninggal dan telah hampir setahun dimakamkan. Keluarga meminta dampingan lembaga tempat saya bekerja untuk mencari tahu penyebab pasti kematian putri tercinta mereka. Alm.Nana (bukan nama sebenarnya) hampir satu tahun bekerja di rumah majikannya di Kowloon City, Hongkong. Tak lama setelah keluarga menerima surat terakhir dari almarhumah-mengabarkan majikannya cerewet dan kerap memberi hukuman fisik, makanya ia meminta keluarga mendoakannya-keluarga dikejutkan mengenai berita kematiannya. Nana meninggal karena bunuh diri dengan cara menggantung diri di kamarnya, begitulah bunyi berita tersebut.

Keluarga yang masih berduka dan bingung harus berbuat apa, akhirnya pasrah dan menguburkan jenazah Alm.Nana yang sebulan kemudian tiba di kampung halamannya. Agak lama keluarga menyimpan kegusaran penyebab kematian almarhumah. Nyaris tak percaya, namun tak tahu bagaimana cara memperoleh kepastian. Hasil uji forensik yang dikeluarkan oleh rumah sakit di Hongkong tak cukup meyakinkan keluarga. Bukannya mereka tak tunduk pada kehendakNya, namun saja surat terakhir dari almarhumah seolah menyiratkan semangat hidup. Ia masih minta dukungan dari orang-orang tercinta, agar selama di Hongkong dapat bekerja dengan baik. Sampailah tersiar kabar mengenai keberadaan lembaga saya, keluarga kemudian meminta saran. Langkah pertama kami mengusulkan untuk dilakukan otopsi ulang disambut antusias oleh keluarga.

Demikianlah, proses teknis otopsi mayat almarhumahpun dimulai dari kedatangan saya ke kampung halaman tempat Alm. Nana dimakamkan, di Kabupaten Tulungagung. Tentu sebelumnya saya telah melakukan koordinasi dengan aparat hukum setempat dan RS Dr.Soetomo Surabaya. Kedatangan saya untuk menjemput keluarga dan mengatur perijinan. Saya belum pernah menginjakan kaki ke wilayah Jawa Timur sebelumnya. Keasingan wilayah juga diperparah dengan ketidakmampuan saya berbicara dengan bahasa Jawa. Namun saya bulatkan tekad, dan meyakini bahwa ketulusan dan kerendah-hatian adalah bahasa universal.

Keluarga dan kerabat alm. Nana menyambut saya dengan sukacita. Sore itu juga saya beserta Ayah Nana dan seorang kakak iparnya berangkat ke Surabaya, setelah pagi harinya membongkar makam almarhumah. Keesokan hari barulah otopsi dilaksanakan. Saya memohon pada dokter forensiknya agar diperbolehkan untuk mewakili keluarga, menyaksikan jalannya proses otopsi. Dengan mata kepala sendiri saya menyaksikan mayat yang hampir sama sekali hancur dan aroma busuk yang kuat menguar dari tubuh itu. Seiring dengan para tim forensik bekerja, memori saya dipenuhi dengan ilustrasi kepedihan dan penderitaan yang mungkin dialami oleh almarhumah. Bau busuk tak lagi mendera penciumanku, saya kokoh berdiri di sudut ruangan itu dan bertahan sampai otopsi selesai dilakukan.

Tragis dan memilukan. Itulah yang saya rasakan ketika pada akhirnya tim dokter forensik memberitahukan hasil otopsi ulang tersebut. Alm.Nana tidak meninggal gantung diri! Menurut mereka, dari posisi juluran lidah almarhumah, ia dicekik dahulu sebelum mayatnya digantung. Ia adalah korban pembunuhan. Ahh…sebelum saya betul-betul menangis, seorang dokter kemudian juga menyampaikan fakta bahwa terdapat luka di bagian vagina korban. Lengkap sudah ilustrasi yang sempat sejak pagi tergambar dalam pikiranku. Penjelasan dokter forensik hadir menebalkan goresan-goresan peristiwa yang coba kuvisualkan, dalam angan. Mendidih amarah dalam diriku, panas Surabaya di musim kemarau itu seolah turut melahirkan anak-anak lahar yang memancarkan semangat menggugat, keadilan harus ditegakkan.

Namun, setelah sekian lama berupaya dan berproses, termasuk diantaranya meminta Interpol Indonesia untuk meneruskan temuan baru yang berbeda dari tim forensik Indonesia, majikan almarhum dinyatakan tak bersalah. Hasil kerja tim forensik Indonesiapun tak coba disandingkan dengan tim forensik Hongkong. Kompetensi dan kapasitas keilmuan mereka seolah tak mendapat pengakuan. Tidak dibukanya forum yang dapat sekadar memutuskan hasil otopsi dari tim forensik mana yang valid membuat semua yang kami lakukan seolah sia-sia. Saya amat kecewa, dalam hati masih menyisa pertanyaan yang hingga sekarang terus mengejar: andaikan hal serupa dialami oleh kerabat para pejabat, apakah perlakuannya juga seperti itu?

Hampir selama tiga tahun saya berkiprah sebagai pengacara BMP. Selama itu pula selapis demi selapis bangunan komitmen dan sensitivitas saya tumbuhkan dalam diri. Kasus serupa seperti yang dialami alm.Nana, meskipun tak selalu berujung dengan kematian yang kerap dituturkan oleh BMP yang datang mengadu, membuatku semakin bertekad bersama mereka berjuang menegakkan hak. Memang tidak mudah, mengingat persoalan BMP amat terkait dengan struktur sosial masyarakat kita yang masih amat patriarkal. Sebagai perempuan yang datang dari lapisan sosial bawah saja sudah cukup membuat mereka terpinggirkan.

Kecintaan dan komitmen untuk terus berbuat lebih bagi BMP juga yang mengantar saya mendalami ilmu di Kajian Wanita Universitas Indonesia. Jika sebelumnya saya memperoleh fakta dan praksis mengenai persoalan BMP dan kompleksitasnya, lewat perkuliahan di KWUI itu saya mendapatkan penguatan dan jawaban teoritik dan akademik dari persoalan lapangan. Tidak hendak membungkus pengalaman pahit dan tragedi yang mereka lalui dengan kajian akademis. Namun, persoalan yang mereka hadapi menuntut upaya dan strategi penuntasan dari berbagai sudut. Pengalaman konkret mereka harus juga dibarengi dengan pendalaman teori yang akan berbasis pada pengalaman opresi mereka. Berharap apa yang “dipesan” oleh Elizabeth Scheneider, seorang feminis hukum, untuk selalu mengerangkakan interplay between experience and theory akan terus saya hayati dalam melihat persoalan BMP PRT. Semoga komitmen dan integritas moral saya dapat terjaga untuk melakukan PR berat itu.

Hari ini, saya mencoba melangkah dengan semangat, komitmen, dan keberpihakan saya terhadap BMP dan permasalahannya dengan wadah yang lain. Salah satu ruang aktualisasi segala idealisme saya adalah dengan mengajar. Semester ini saya bergabung dengan tim pengajar mata kuliah “Wanita dan Hukum” di FHUI. Berharap agar saya dapat sedari awal mengenalkan problematika BMP kepada para rekan-rekan mahasiswa dan menularkan sensitivitas dan keberpihakan pada mereka. Bukan perkara mudah, butuh proses dan kerja keras memang. Dan saya telah memulainya.

RELATED ARTICLES

2 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments

konsultankarir on Pilihan, Memilih or Stuck
konsultankarir on Bingung S2
konsultankarir on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
konsultankarir on Memilih Jurusan S2 yang Tepat
konsultankarir on Gagal tes psikotest
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
konsultankarir on Sulit mendapatkan pekerjaan
konsultankarir on Wawancara dan Psikotest
konsultankarir on Kuis:Career Engager
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Selalu Gagal dalam Interview
konsultankarir on Interview Magic
konsultankarir on Pindah Tempat Kerja
konsultankarir on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
konsultankarir on Psikotes Menggambar
konsultankarir on Memilih Jurusan S2 yang Tepat
konsultankarir on Memilih Jurusan S2 yang Tepat
konsultankarir on Bingung S2
konsultankarir on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
Angelina Tria Puspita Rini on Memilih Jurusan S2?!
Lisa on Bingung S2
Fiviiya on Psikotes Menggambar
Wendi Dinapis on Memilih Jurusan S2?!
hasenzah on Memilih Jurusan S2?!
yulida hikmah harahap on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
Galuh Rekyan Andini on Memilih Jurusan S2?!
burhanuddin on Memilih Jurusan S2?!
Dian Camellyna on Kuis:Career Engager
ABDUL RAHMAN on Wawancara dan Psikotest
Melva Ronauli Pasaribu on S1 Teknik Informatika S2 Bagusnya Apa?
Faradillah Rachmadani M.Nur on Memilih Jurusan S2?!
Taufik Halim on Memulai Bisnis Fotografi
Edo on Bingung S2
konsultankarir on Profesi yang sesuai
konsultankarir on Bingung S2
yaya on Bingung S2
konsultankarir on Memilih karir
dewi on Pindah kerja
konsultankarir on Memilih Jurusan S2 yang Tepat
dewi on Pindah kerja
Tyas on ILKOM atau MTI
hary on ILKOM atau MTI
Kiki Widia Martha on Buku ‘My Passion, My Career’
jalil abdul aziz on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
Nono Suharnowo on Bagaimana agar produktif?
syukri on Jujur atau tidak?
Nida shofiya on Bingung pilih fakultas
abdul madjid on Gagal tes psikotest
abdul madjid on Gagal tes psikotest
Aris on Tujuan karir
NURANI on Tujuan karir
dede on Tujuan karir
Rika on Tujuan karir
Djoko triyono on Sulit mendapat pekerjaan
marco on E-mailku unik!
Efik on Memilih karir
noer hasanah on Berminat ke NGO Asing
ilah susilawati on Status dan jenjang karir
yusi bayu dwihayati on Berpindah Karir di Usia 32
dino eko supriyanto on Menyiapkan Business Plan
Gunawan Ardiyanto on 10 Biang Bangkrut UKM
Nahdu on Table Manner
krisnadi on 10 Biang Bangkrut UKM
rani on Table Manner
yuda_dhe on Table Manner
Putrawangsa on Memilih Jurusan S2?!
aira on Time Management
Emi Sugiarti on Sudahkah Anda Peduli?
fitria on Table Manner
Ardiningtiyas on Menuju 'Incompetency Level'
Sri Ratna Hadi on Dari Penjahit ke Penulis
monang halomoan on Program SDM tahunan
merlyn on Ayo, Kreatif!
Silvester Balubun on Table Manner
Avatara on Istimewanya Rasberi
vaniawinona on Table Manner
defianus on Tips Negoasiasi Gaji
Dewi Sulistiono on Meniti Sebatang Bambu
Rena on Tersadar…
Dendi on Ayo, Kreatif!
Denni on Menemukan Mentor