“Saya mencintai pekerjaan ini, tapi tidak mencintai atasan…”
“Saya sudah hampir dua tahun menghadapi atasan baru ini dan belum juga mengerti, saran dari atasan lain: ‘dia memang begitu’, saya mulai berpikir untuk resign…”
Saya yakin situasi di atas tidak asing bagi Anda yang telah memasuki dunia kerja. Memahami atasan merupakan salah satu ‘tugas’ utama untuk bisa berhasil dalam berkarier. Sayangnya, isu ini seringkali luput di pikiran para lulusan baru yang sedang berburu kerja sehingga seringkali ‘shock’. Mungkin kita seringkali berpikir bahwa kesuksesan interaksi haruslah dari dua belah pihak. Pertanyaan selanjutnya, siapa yang (se)harusnya memulai? Apakah subordinat ataukah atasan?
Para pendatang baru di dunia kerja tak jarang mengeluhkan atasan yang hanya tahu menuntut, seolah menutup mata pada status mereka yang baru lulus dan masih perlu belajar. Sayang sekali, bahwa dunia kerja bukanlah bangku sekolah/kuliah yang mengizinkan adanya remedial, atau kesempatan memperbaiki nilai di kuis berikutnya atau mengulang kelas. Dunia kerja tentu ‘mengizinkan’ perbaikan, namun individulah yang harus merancang dan eksekusi sendiri.
Sementara mereka yang telah cukup memiliki pengalaman pun tidak jarang mengeluhkan atasan yang tidak mau memahami kondisi lapangan. Bahkan karyawan yang dianggap terbaik pun mengeluhkan tuntutan tinggi yang diminta atasan, meski mampu memenuhi, keinginan untuk dipahami atasan tidak pupus. Untuk itu, tidak jarang, alasan keluar kerja, bukan karena tidak menyukai aktivitas atau tugas, melainkan ketidakcocokan dengan atasan.
Pahami Atasan Anda!
Atasan adalah pusat perhatian. Saran ini tidak mengecilkan peran subordinate, namun lebih mempertimbangkan logika sederhana. Hal yang sangat jamak ditemui adalah jumlah atasan lebih sedikit dari subordinat, maka ia lah yang menjadi pusat perhatian. Subordinate ‘lebih mudah’ mencermati gerak-gerik atasan, bagaimana ia memberikan instruksi, umpan balik, menyapa, kesal, senang, berinteraksi dengan klien, dsb. Ini alasan mengapa lebih logis untuk memaksa diri Anda memahami atasan, bukan sebaliknya.
Ikuti gaya atasan. Perhatikan lebih cermat, apakah atasan Anda senang menampilkan bagan saat memberikan pengarahan, atau tabel detil atau justru hanya secara lisan. Ini merupakan petunjuk untuk Anda melakukan hal yang sama. Beberapa atasan mungkin akan secara eksplisit mengemukakan, “Jelaskan dengan detil ya, ” atau tidak sama sekali. Cermati pula aktivitasnya/agendanya. Apabila ia memiliki jadwal yang sangat padat, buatlah laporan Anda sesederhana mungkin, termasuk ketika akan menyampaikan secara lisan. Apabila atasan orang yang detil, lengkapi laporan/informasi sedetil mungkin sehingga ia tidak lagi perlu atau meminta. Bagi orang yang memiliki perhatian detil, informasi general hanya akan memusingkan karena tidak memberi gambaran konkret.
Beri nilai tambah. Ingatlah bahwa atasan adalah internal costumer, pihak yang menggunakan jasa Anda secara langsung di lingkungan kerja. Selain memahami kebutuhan atasan melalui pemahaman pola atau gayanya, tambahkan pula ‘bonus khusus’ di tiap hasil kerja. Caranya? Pahami rantai bisnis secara menyeluruh, sehingga Anda memahami step selanjutnya dari hasil kerja Anda. Meskipun step selanjutnya bukan lagi bagian atasan /divisi Anda, namun menyediakan informasi tambahan yang proporsional terkait bisnis, akan sangat membantu. Contohnya, apabila Anda diminta untuk membuat daftar klien potensial, tambahkan dengan informasi klien prioritas berdasarkan analisis antara jasa/produk yang akan ditawarkan dengan prediksi kebutuhan klien. Anda bisa menggunakan asumsi namun tetap berdasarkan data faktual.
Be ready & be there. Seringkali meeting tidak berjalan efektif karena hanya berlangsung satu arah yang disebabkan oleh minimnya informasi dan wawasan peserta. Untuk itu, usahakan Anda tidak hanya datang mengisi absen dalam meeting atau briefing dengan atasan. Hadirlah sepenuhnya, meskipun setumpuk tugas masih harus segera diselesaikan hari itu, dan jadilah pembawa solusi, proaktiflah dengan mengajukan pertanyaan konstruktif dan tidak hanya mengeluh. Persiapkan diri Anda dengan mencari informasi detil juga antisipatif untuk terlibat dalam meeting tersebut.
Berprestasi & humble. Menunjukkan prestasi merupakan cara utama yang ampuh untuk mendapatkan perhatian atasan. Atasan pun akan sangat tertolong dengan prestasi Anda dan jangan terkejut jika ia mulai sering meminta pandangan Anda. Buah lain dari prestasi adalah atasan mulai menambah beban kerja karena percaya Anda bisa menyelesaikannya dengan baik, bahkan lebih. Walaupun demikian, jangan sampai prestasi membuat Anda meremehkan orang lain, termasuk atasan. Hal ini akan sangat menolong, ketika Anda kebetulan mendapatkan atasan yang kurang bijak, karena perusahaan tidak hanya berisi atasan dan Anda saja. Prestasi yang sungguh-sungguh, seperti aroma alami bunga, ia akan menyebar dan membuat orang lain menoleh. Untuk itu, yakinlah bahwa Anda tidak bekerja di ruangan yang vakum.
Belajar dari rekan (senior). Apabila Anda merasa diperlakukan tidak adil oleh atasan, lihatlah ke sekitar: bagaimana sikap tersebut di mata rekan lain. Mungkin saja akan ada yang menenangkan dengan bilan, “Ya… emang gitu deh,”. Jika memang atasan adalah orang yang dianggap ‘eksentrik’ oleh rekan kantor yang lebih senior, maka Anda perlu belajar bagaimana merka ‘survive’. Akan tetapi, kritislah dengan komentar negatif, karena tidak jarang mereka yang bertahan bukan karena berprestasi namun karena malas dan tidak yakin dapat berkompetisi di luar. Mereka yang bertahan dengan alasan ini, biasanya bersikap manis di depan atasan, namun mengeluhkan atasan selama makan siang!
Pilihan di Tangan Anda
Ada kalanya Anda harus bertahan di suatu kondisi yang tidak menyenangkan, salah satunya untuk melihat daya tahan dan kemampuan adaptasi diri sendiri. Meski demikian, ada saatnya Anda stand up untuk diri sendiri. Hal ini penting, apabila Anda berada di situasi yang Anda lihat tidak lagi kondusif, seperti atasan yang tidak menghargai atau merendahkan. Segeralah mengambil keputusan, karena cepat atau lambat, kinerja Anda akan terpengaruh, sehingga nama baik Anda lah yang dipertaruhkan.
Sebelum mengambil keputusan, penting untuk melihat dengan jernih antara atasan yang menantang atau yang merendahkan. Atasan yang dikenal sulit, tidak sama dengan merendahkan, meskipun cenderung tampil dengan tuntutan yang tinggi. Jangan lupa, bahwa atasan pun mencermati subordinat nya, mana yang dapat diberikan tugas lebih atau tidak. Ujungnya adalah promosi ke tingkat lebih tinggi atau pengembangan bagi si anak buah.
Memang tidak semua atasan memiliki pandangan positif dan beberapa justru menahan subordinat yang berprestasi karena mempermudah tugasnya. Sekali lagi, jika Anda menemui atasan demikian, ingatlah bahwa keahlian Anda yang semakin bertambah dengan tugas sulit itu tidak akan menguap. Itu semua akan menjadi daya tawar yang ampuh ke perusahaan, atau perusahaan lain 🙂
So, be a happy employee!