Energi Positif & Generasi X-Y

oleh | 16 December 2009 | 0 Komentar

Fredrickson (1998; 2001) dalam model teorinya secara luas menyatakan bahwa emosi positif melingkupi faktor perhatian dan kognisi. Dua faktor tersebut kemudian yang memberikan efek pada potensi dalam individu, baik secara fisik, intelektual dan sosial.

Sebuah studi dari Minhui Shin & Jaisun Koo, ?The relationship between happiness and creativity? yang dipresentasikan dalam bentuk poster di 8th Biennial Conference of Asian Association of Social Psychology, December 11 ? 14, 2009, New Delhi, India, menegaskan peran kebahagiaan jangka panjang dan mood positif jangka pendek terhadap kreativitas.

Pembahasan kreativitas yang tidak akan pernah usai memang lebih mengusung energi positif bagi si kreator maupun orang yang berada di lingkungannya. Antusiasme yang mewarnai munculnya ide, perumusan project/program, hingga proses menjadi bentuk konkret membutuhkan banyak energi positif jangka panjang.

Pertanyaannya, bagaimana kemudian menjaga kebahagiaan jangka panjang dan memunculkan mood positif di detik yang tepat?

Kita bisa menggantungkan pada stimulus luar, seperti kondisi perusahaan, penipisan tumpukan pekerjaan, klien yang menyenangkan…,dll. Pilihan lain adalah menempatkan diri sebagai ?penentu? kebahagiaan diri. Tentu kita bisa mengkombinasikan semua itu. Namun, seringkali kita mendapat serangan panik melihat banyaknya tawaran yang semuanya menggiurrrrkan….

Saya menawarkan interpretasi riset di atas pada penggalian sumber utama dalam diri sebagai bahan bakar utama kebahagiaan. Magnet utama inillah yang akan menarik hal positif lain sehingga menjadi kepingan mood positif di waktu-waktu tak terduga!

Generasi X & Y

Sebuah tabloid gaya hidup nasional (franchise) baru-baru ini berkunjung ke Konsultankarir.com dan berbincang tentang generasi X & Y. Pembicaraan yang sangat menarik ini meletikkan banyak pertanyaan tentang kebahagiaan dua generasi dalam bekerja hingga kreativitas yang tampil dalam warna beda.

Generasi X (kelahiran 60 an ? 70 an, beberapa menyatakan awal 80 an masih masuk kategori ) di Indonesia, cenderung masih berwarna ?baby boomer? di mana karir dipandang sebagai jenjang ke atas. Isu utama di generasi X adalah aktualisasi diri, sehingga interaksi equal antara atasan dan bawahan menjadi salah satu syarat kondisi kerja. Sementara generasi Y (kelhiran 80 an ke atas), lebih fokus pada interdependensi. Jika aktualisasi diri membutuhkan ?individualisme? dan ?partnership?, maka generasi Y lebih ?otonom? namun menginginkan ?bimbingan? atasan secara otoriter positif.

Otoriter di sini bermakna, generasi Y lebih optimal bekerja tanpa sekat kantor, namun dengan kewenangan jelas. Loyalitas lebih tertuju pada atasan, bukan perusahaan. Feedback positif lah yang dibutuhkan, mereka lebih menginginkan penambahan resume ketimbang uang. Maka, workshop atau internship luar negeri lebih dikejar ketimbang penambahan bonus/ kenaikan karir konvensional.

Fenomena ini mulai merebak terutama di bidang jasa, terutama lingkung desain, baik grafis, produk maupun arsitektur. Yang pasti, dua generasi ini memiliki pandangan beda tentang kemapanan dengan generasi Baby Boomer. Generasi senior memandang bertahan di satu perusaan akan memberikan jaminan seumur hidup. Inilah yang menjadi sumber bentrok antar generasi.

Pergeseran makna kemapanan mempengaruhi pula makna karir bagi individu. Kembali pada energi positif dan kreativitas, kerja sama antar generasi menjadi ?tuntutan? untuk terlatihnya fleksibilitas dalam dunia kerja.

Pertanyaan terakhir, dari generasi manakah Anda? ^_^

Share this post :

Share Your Thoughts!

Copyright © 2023 Konsultan Karir. All rights reserved.